Kapan Faktur Pajak untuk Jasa Kena Pajak Harus Dibuat?

10 December 2024 by karunia consulting



Gambar Artikel

 

Dalam dunia perpajakan di Indonesia, penentuan kapan Faktur Pajak untuk Jasa Kena Pajak (JKP) harus dibuat seringkali lebih rumit dibandingkan dengan Barang Kena Pajak (BKP). Sifat jasa yang abstrak dan tidak selalu terkait dengan penyerahan barang fisik membuat aturan pembuatan faktur menjadi lebih kompleks. Artikel ini akan mengulas peraturan yang mengatur tenggat waktu pembuatan Faktur Pajak untuk JKP serta bagaimana standar akuntansi seperti IFRS dan PSAK memengaruhi pengakuan pendapatan jasa. Selain itu, kita akan menjawab pertanyaan penting: apakah penandatanganan kontrak sudah cukup untuk memicu kewajiban pembuatan Faktur Pajak?

 

Peraturan-Peraturan yang Mengatur Tenggat Waktu Pembuatan Faktur Pajak

1. Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) Pasal 13 Ayat (1a): UU PPN memberikan panduan dasar mengenai kapan Faktur Pajak harus dibuat. Untuk JKP, Faktur Pajak wajib diterbitkan pada:

 

2. Peraturan Pemerintah (PP) 44/2022 Pasal 23 Ayat (5): Peraturan ini memperjelas bahwa penyerahan Jasa Kena Pajak dianggap terjadi pada beberapa kondisi, yaitu:

 

Mengapa Penyerahan BKP Lebih Mudah Ditentukan Dibandingkan JKP?

Penentuan kapan BKP diserahkan relatif mudah karena adanya objek fisik yang jelas. Ketika barang berpindah tangan dari penjual ke pembeli, penyerahan dianggap selesai. Hal ini menjadikan pembuatan Faktur Pajak untuk BKP lebih sederhana karena waktu serah terima bisa ditentukan secara fisik. Sebaliknya, Jasa Kena Pajak (JKP) bersifat abstrak. Tidak ada objek fisik yang jelas yang berpindah, sehingga penyerahan jasa tidak selalu memiliki momen fisik yang bisa diidentifikasi secara jelas. Misalnya, dalam hal jasa konsultasi atau pengembangan perangkat lunak, kapan tepatnya jasa tersebut diserahkan? Hal ini membuat penentuan waktu pembuatan Faktur Pajak untuk JKP lebih kompleks dan memerlukan panduan lebih mendetail dari peraturan yang berlaku.

 

Prinsip Akuntansi: IFRS dan PSAK dalam Pengakuan Pendapatan Jasa

Pengakuan pendapatan dari jasa merupakan aspek penting dalam akuntansi yang diatur secara rinci dalam standar akuntansi internasional dan lokal. Dua standar utama yang menjadi acuan adalah International Financial Reporting Standards (IFRS 15) dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK 72) di Indonesia. Kedua standar ini memberikan panduan tentang bagaimana dan kapan pendapatan dari kontrak dengan pelanggan harus diakui dalam laporan keuangan.

 

IFRS 15 dan PSAK 72: Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan

Baik IFRS 15 maupun PSAK 72 mengadopsi model lima langkah untuk pengakuan pendapatan:

 

  1. Mengidentifikasi Kontrak dengan Pelanggan: Kontrak adalah kesepakatan antara dua atau lebih pihak yang menciptakan hak dan kewajiban yang dapat dipaksakan secara hukum. Dalam konteks jasa, kontrak biasanya berupa perjanjian layanan yang menetapkan apa yang akan disediakan oleh penyedia jasa dan apa yang akan diterima sebagai imbalan.
  2. Mengidentifikasi Kewajiban Pelaksanaan dalam Kontrak: Kewajiban pelaksanaan adalah janji untuk menyerahkan barang atau jasa yang berbeda kepada pelanggan. Dalam jasa, ini bisa berupa satu layanan tunggal atau beberapa layanan yang harus diselesaikan.
  3. Menentukan Harga Transaksi: Harga transaksi adalah jumlah imbalan yang diharapkan akan menjadi hak entitas sebagai imbalan atas pengalihan barang atau jasa kepada pelanggan. Ini bisa berupa harga tetap atau variabel tergantung pada ketentuan kontrak.
  4. Mengalokasikan Harga Transaksi ke Kewajiban Pelaksanaan: Jika ada lebih dari satu kewajiban pelaksanaan, harga transaksi harus dialokasikan ke masing-masing kewajiban berdasarkan harga jual relatif stand-alone.
  5. Mengakui Pendapatan Ketika (atau Selama) Entitas Memenuhi Kewajiban Pelaksanaan: Pendapatan diakui ketika kontrol atas barang atau jasa berpindah ke pelanggan, yang bisa terjadi pada satu titik waktu atau sepanjang waktu.
Pengakuan Pendapatan Jasa: Sepanjang Waktu vs. Pada Titik Waktu

Dalam konteks jasa, pengakuan pendapatan sering kali terjadi selama waktu berjalan karena pelanggan secara simultan menerima dan mengonsumsi manfaat dari jasa yang diberikan oleh entitas. Beberapa indikator bahwa pendapatan harus diakui sepanjang waktu antara lain:

 

Jika tidak memenuhi kriteria untuk pengakuan pendapatan sepanjang waktu, maka pendapatan diakui pada titik waktu tertentu, yaitu ketika kontrol atas jasa telah berpindah ke pelanggan.

 

Pertanyaan Penting: Apakah Faktur Pajak Harus Dibuat Saat Kontrak Ditandatangani?

Pertanyaan: "Jika kontrak kerjasama dengan klien sudah ditandatangani, tetapi jasa belum diserahkan dan pembayaran belum diterima, apakah Faktur Pajak sudah harus diterbitkan?"

 

Jawaban: Berdasarkan PP 44/2022 Pasal 23 Ayat (5), penandatanganan kontrak saja belum tentu memicu kewajiban untuk membuat Faktur Pajak, kecuali jika waktu pengakuan piutang atau penerbitan faktur tidak diketahui, maka penandatanganan kontrak menjadi acuan untuk menentukan kapan jasa dianggap telah diserahkan.

 

Kesimpulan

Penentuan deadline pembuatan Faktur Pajak untuk JKP memang lebih kompleks dibandingkan dengan BKP karena sifatnya yang tidak berwujud. Pengusaha Kena Pajak perlu memperhatikan berbagai aturan yang berlaku, termasuk PP 44/2022 yang memberikan panduan mengenai pengakuan piutang atau pendapatan, penerbitan faktur penjualan, serta penandatanganan kontrak. Penandatanganan kontrak saja belum cukup untuk memicu kewajiban pembuatan Faktur Pajak, kecuali dalam kondisi tertentu seperti yang diatur dalam peraturan tersebut. Dengan memahami peraturan dan prinsip akuntansi yang berlaku, para pelaku usaha dapat memastikan bahwa mereka mematuhi kewajiban perpajakan dengan baik, sekaligus menghindari potensi sanksi atau denda akibat keterlambatan pembuatan Faktur Pajak.

Segera konsultasikan layanan pajak, di karuniaconsulting di nomor  whatsapp 0812-7588-8839 . Kami dengan senang hati membantu anda.

#karuniaconsulting #pajak #pajakumkm #tarifpajakumkm #karuniaconsultingsolusipajak