Solusi untuk Batas Tarif UMKM yang berakhir di tahun 2024

11 December 2024 by karunia consulting



Gambar Artikel

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan, tarif pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5% yang habis masa pengenaannya pada 2024 hanya bagi Wajib Pajak (WP) Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Orang Pribadi yang telah memanfaatkan ketentuan tarif itu sejak 2018.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan, ketentuan itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu sebagaimana telah diperbarui dengan PP Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang PPh.

Dalam ketentuan tersebut, tarif PPh final 0,5% dapat digunakan oleh WP Orang Pribadi atau Badan Dalam Negeri yang memiliki peredaran bruto dari usaha tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam satu Tahun Pajak. Namun, pengenaan tarif PPh final tersebut memiliki masa berlaku.

Berdasarkan Pasal 59 PP 55 Tahun 2022, jangka waktu pengenaan tarif PPh final 0,5% paling lama 7 tahun untuk WP Orang Pribadi, sedangkan ketentuan paling lama selama 4 tahun untuk WP Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang, dan 3 tahun untuk WP Badan Perseroan Terbatas.

Jangka waktu tersebut terhitung sejak WP terdaftar bagi WP yang terdaftar setelah tahun 2018, atau sejak tahun 2018 bagi WP yang terdaftar sebelum tahun 2018.

"Jadi, misalnya Tuan A sebagai WP Orang Pribadi terdaftar tahun 2015, maka dia bisa menggunakan fasilitas tarif PPh final 0,5% mulai dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2024. Sementara misalnya Tuan B terdaftar tahun 2020, maka dia bisa memanfaatkan tarif PPh final 0,5% mulai tahun 2020 sampai dengan tahun 2026," kata Dwi melalui siaran pers, Senin (27/11/2023).

Selain akibat telah berakhirnya masa berlaku tersebut, tarif PPh final 0,5% dapat juga berakhir apabila dalam suatu Tahun Pajak, peredaran bruto WP telah melebihi Rp4,8 miliar atau WP dengan kemauan sendiri memilih untuk melakukan penghitungan normal menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh.

"Apabila dalam suatu Tahun Pajak berjalan, peredaran bruto WP telah melebihi Rp4,8 miliar, WP tersebut tetap dikenai tarif PPh final 0,5% sampai dengan akhir Tahun Pajak bersangkutan. Perhitungan normal baru dilakukan pada Tahun Pajak berikutnya," ucap Dwi.

Apabila pengenaan tarif PPh final 0,5% telah berakhir, WP wajib membuat pembukuan untuk dapat menghitung PPh terutang menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh. Namun, bila WP sampai dengan akhir masa berlakunya, masih memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar, WP tersebut boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).

Dengan NPPN, WP perlu mengalikan peredaran bruto dengan norma atau persentase yang telah ditetapkan untuk setiap jenis usaha atau pekerjaan bebasnya. Selain itu, WP tersebut juga wajib membuat pencatatan.

Dwi mengingatkan, tujuan diberikannya masa berlaku tarif PPh final 0,5% tersebut adalah agar WP UMKM naik kelas dan berkembang menjadi WP yang lebih besar.

"Untuk itu, selama jangka waktu tersebut, kami terus berupaya mendampingi para WP UMKM untuk dapat berkembang, salah satunya melalui program kami yang disebut Business Development Service (BDS)," ujar Dwi.

Selain itu, supaya UMKM bisa naik kelas, maka pemerintah juga memberikan fasilitas tambahan bagi WP UMKM melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Pasal 60 PP 55 Tahun 2022. Fasilitas tersebut yaitu pembebasan pajak bagi WP UMKM yang menggunakan tarif PPh final 0,5% atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500 juta dalam satu Tahun Pajak.

Apakah ada solusi untuk tetap dapat membayar pajak dengan efisien? Tentu saja ada!

Tarif PPh Final UMKM sebesar 0,5% akan berakhir pada tahun 2024, sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 yang terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022. Setelah periode tersebut, penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu akan dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan ketentuan dalam UU PPh Pasal 17. Ini berlaku bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah memanfaatkan tarif PPh Final UMKM sebesar 0,5% selama 7 tahun.

Wajib Pajak orang pribadi tetap dapat memenuhi kewajiban perpajakan dengan nilai pajak yang ekonomis dengan beralih menjadi Wajib Pajak Badan. Dengan mendirikan badan usaha, Anda dapat memenuhi kewajiban perpajakan dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah 55 tahun 2022 yang memberi kesempatan kepada badan usaha yang baru berdiri untuk dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0,5% dalam jangka waktu tertentu.

Ada beberapa alternatif bentuk badan usaha yang dapat Anda pilih di antaranya Perseroan Terbatas (PT), Perseroan Perorangan, dan Persekutuan Komanditer atau CV. Setiap bentuk badan usaha tentunya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Mari kita pelajari lebih lanjut tentang apa saja kelebihan dan kekurangan dari masing-masing bentuk badan usaha tersebut agar Anda dapat menentukan jenis badan usaha apa yang dianggap cocok sesuai dengan preferensi Anda.

1. Perseroan Terbatas (PT)

Perseroan Terbatas (PT) adalah suatu badan hukum untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang dimilikinya. Dalam pembentukannya, Perseroan Terbatas didirikan oleh minimal dua orang dengan kesepakatan yang disaksikan oleh notaris. Kemudian dibuat akta pendirian perusahaan yang nantinya akan disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Istilah perseroan dalam PT merujuk pada modalnya yang terdiri dari sero atau saham. Sedangkan terbatas mengacu pada pemegang yang luasnya hanya sebatas nilai nominal saham saja. Kesimpulannya, pengertian Perseroan Terbatas adalah badan usaha berbentuk badan hukum yang didirikan menurut perjanjian usaha, di mana modalnya berasal dari saham pemilik.

Ciri pertama Perseroan Terbatas adalah berbadan hukum. Artinya, pemilik perusahaan harus memisahkan antara harta pribadi dengan pendapatan perusahaan. Aturan atau hukum yang mengatur tentang pendirian PT adalah Undang-Undang No.40 tahun 2007.

Syarat pendirian PT sebagaimana diatur oleh UU No. 40 Tahun 2007 yang kemudian diperbarui dalam UU Cipta Kerja adalah sebagai berikut:

a. PT bisa didirikan satu orang (atau lebih). Namun, pendirian PT oleh satu orang hanya untuk usaha berskala mikro dan kecil.

b. Memiliki pengurus minimal satu komisaris dan satu direktur.

c. Mendapat pengesahan dari Kemenkumham serta memiliki bukti pendaftaran yang diterbitkan oleh Kemenkumham.

d. Harus memiliki SPPL (Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup).

e. Bila pendiri merupakan pasangan suami istri yang belum punya perjanjian nikah, maka wajib menambahkan satu orang lagi sebagai pemegang saham.

f. Pemegang saham wajib mengambil bagian (dividen) atas saham yang dimiliki PT.

g. Perizinan usaha disesuaikan dengan risiko usaha. Terdapat empat kategori risiko usaha, yaitu rendah, menengah rendah, menengah tinggi, dan tinggi.

Salah satu kelebihan bentuk badan usaha PT adalah harta dan aset pribadi lebih aman.

Seperti yang sudah disampaikan pada penjelasan di atas bahwa aset pribadi dan perusahaan perlu dipisahkan saat Anda mendirikan sebuah PT. Hal tersebut rupanya memberikan keuntungan tersendiri bagi pemilik usaha.

Pasalnya, sesuai dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia, PT dianggap sebagai entitas tersendiri yang berbadan hukum. Dengan demikian, ketika perusahaan Anda berutang atau mengalami kerugian, Anda hanya perlu membayar sejumlah modal yang disetorkan. Adapun aset dan harta pribadi tidak akan digunakan untuk membayar utang.

Hal tersebut juga tertuang dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT) yang menjelaskan bahwa pemegang saham hanya memiliki tanggung jawab sesuai dengan jumlah saham yang ia miliki.

Hal yang berbeda akan terjadi apabila Anda memilih untuk tidak mendirikan sebuah PT. Aset dan harta pribadi bisa jadi harus digunakan untuk menanggung utang atau kerugian yang dialami oleh perusahaan milik Anda.

Dalam hal kewajiban perpajakan, sebagaimana telah diuraikan di atas, badan usaha berbentuk PT dapat dikenai tarif pajak  penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0,5% untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun. Namun di sisi lain, kita perlu mempertimbangkan unsur perpajakan lainnya yaitu terkait dengan pembagian dividen yang harus dipotong pajak sebesar 10%. Meskipun demikian, pemerintah telah memberikan fasilitas pembebasan atas pajak dividen dengan syarat-syarat tertentu.

Hal lainnya yang bisa dikatakan sebagai kekurangan dari PT adalah proses pembubarannya yang relatif lebih rumit dan berbeda dibandingkan dengan badan usaha lainnya. Sebelum PT dibubarkan, Anda harus memastikan bahwa seluruh kewajiban PT telah terbayarkan, termasuk jumlah pajak terutang yang ditanggung oleh PT. Jika masih banyak kewajiban yang belum diselesaikan, maka Anda mau tidak mau harus mengurus semuanya terlebih dulu sebelum secara resmi membubarkan PT.

Badan usaha Perseroan Terbatas wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.

2. Perseroan Perorangan

Perseroan Perorangan atau yang lebih simple disebut PT perorangan adalah suatu badan usaha yang pendiriannya dilakukan oleh satu orang saja, di mana usahanya masuk dalam kategori Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 11 tahun 2020 Tentang Cipta Kerja.

Pendiri PT perorangan akan bertindak sebagai pemegang saham sekaligus direktur. PT Perorangan hanya dapat didirikan untuk kriteria usaha mikro dan kecil sesuai dengan PP No 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, Dan Pemberdayaan Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah.

Kriteria usaha mikro ditentukan berdasarkan modal usaha maksimal Rp 1 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau hasil penjualan tahunan maksimal Rp 2 miliar.

Sementara usaha kecil ditentukan berdasarkan kepemilikan modal usaha lebih dari Rp1 miliar-Rp 5 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2 miliar-Rp15 miliar.

Biaya pendirian PT perorangan lebih murah dibanding dengan PT biasa karena tidak perlu membuat akta pendirian perusahaan melalui notaris.

Catatan penting yang perlu diketahui adalah bawah PT perorangan ini hanya dapat didirikan oleh WNI yang berusia minimal 17 tahun dan cakap secara hukum.

Meski pendirinya hanya 1 orang, akan tetapi perlu ditegaskan bahwa PT Perorangan statusnya tetap badan hukum sama seperti PT biasa yang selama ini kita kenal dengan adanya minimal 2 pendiri dan pemegang saham. PT perorangan juga bisa membuka rekening bank atas nama PT.

Secara umum, kewajiban perpajakan yang berlaku terhadap PT perorangan sama dengan PT biasa. Namun, ada keuntungan tambahan yang bisa dinikmati oleh PT perorangan di mana pemerintah memberi kesempatan kepada PT perorangan yang baru berdiri untuk dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0,5% untuk jangka waktu 4 (empat) tahun. Tentunya jangka waktu ini lebih lama dibandingkan dengan PT biasa yang hanya bisa dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0,5% selama 3 (tiga) tahun.

Sama halnya dengan PT biasa, badan usaha Perseroan Terbatas wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.

3. Persekutuan Komanditer atau CV

Persekutuan komanditer (CV) merupakan bentuk badan usaha persekutuan yang didirikan oleh dua orang atau lebih yang beberapa anggotanya memiliki tanggung jawab tak terbatas dan sebagian anggota lainnya mempunyai tanggung jawab terbatas. Dengan kata lain, CV adalah adalah badan usaha yang didirikan oleh dua orang atau lebih untuk mencapai tujuan bersama dengan tingkat keterlibatan masing-masing anggota yang berbeda-beda.

Keanggotaan dalam CV terdiri dari dua jenis, yaitu sekutu aktif dan sekutu pasif. Sekutu aktif adalah pihak yang berperan menjalankan perusaaan. Sedangkan sekutu pasif adalah pihak yang hanya berperan dalam menanamkan modal usaha, tanpa ikut serta dalam menjalankan perusahaan. Tanggung jawab yang dimiliki sekutu aktif tak terbatas, artinya sekutu aktif bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian CV, tidak terbatas sampai meliputi harta pribadi. Sedangkan tanggung jawab yang dimiliki sekutu pasif hanya sebesar modal yang ditanamkan kepada perusahaan.

Terkait dengan aspek perpajakan, badan usaha berbentuk CV juga memiliki kewajiban yang sama dengan badan usaha lainnya. Sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan, CV juga dapat dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0,5% untuk jangka waktu 4 (empat) tahun. Setelah itu, badan usaha CV harus kembali menggunakan tarif perhitungan PPh badan normal seperti yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Perlu diketahui bahwa CV adalah badan usaha yang bukan merupakan badan hukum. Apabila pendiri CV menerima penghasilan atas usaha yang dijalankan, itu bukan merupakan gaji, melainkan berupa laba. Atas bagian laba yang diterima atau diperoleh oleh anggota dari Perseroan Komanditer (CV) yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, tidak dikenakan pajak dan bukan termasuk dalam objek PPh. Hal inilah yang dinilai bahwa mendirikan CV di Indonesia lebih menguntungkan dibandingkan dengan badan usaha lainnya seperti Perseroan Terbatas (PT).

Sama halnya dengan PT biasa maupun PT perorangan, badan usaha CV wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.

Dari ketiga jenis badan usaha tersebut di atas, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan yang dapat Anda pertimbangkan sebelum menentukan jenis badan usaha apa yang tepat sesuai prefrensi Anda.

Sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan, semua badan usaha tersebut baik PT biasa, PT Perorangan maupun CV sama-sama mendapat kesempatan untuk memilih dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif 0,5% dalam jangka waktu tertentu.

Keleluasaan memilih jenis PPh ini dianggap sebagai kelonggaran dari pemerintah kepada para pelaku usaha yang baru memulai usaha atau merintis bisnisnya. Namun perlu diingat bahwa setelah jangka waktu yang ditetapkan bagi para badan usaha sebagai wajib pajak yang memilih untuk dikenai pajak penghasilan yang bersifat final telah berakhir, maka wajib pajak badan yang bersangkutan harus kembali menggunakan tarif perhitungan PPh badan normal seperti yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut terkait perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan Anda, silahkan mengubungi Karunia Consulting.